puzzleindonesia.com – Para pemikir Muslim menghidupkan kembali gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai respons terhadap dominasi paradigma sekuler Barat. Mereka menegaskan bahwa ilmu tidak boleh terpisah dari nilai-nilai keimanan. Di era postmodern, ketika banyak orang mempertanyakan otoritas tunggal sains positivistik, mereka melihat peluang untuk membawa kembali ruh spiritual ke dalam ranah ilmiah.
Para akademisi Muslim mengembangkan pendekatan yang mengintegrasikan metode ilmiah modern dengan prinsip-prinsip Islam. Mereka menggunakan konsep tauhid untuk mengarahkan ilmu pada tujuan yang mulia, seperti keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan umat manusia. Mereka juga menolak pemisahan antara fakta dan nilai yang sering muncul dalam tradisi sains Barat.
Universitas dan lembaga riset Islam kini mendorong kurikulum yang menyatukan teks keislaman dan ilmu empiris. Dosen dan peneliti mengkaji kembali teori-teori ilmiah dari sudut pandang Islam dan menyaring konsep-konsep yang bertentangan dengan worldview tauhidi.
Gerakan ini tidak menutup diri dari pengetahuan Barat. Sebaliknya, mereka memilah, mengkritisi, dan mengadaptasi sesuai kebutuhan umat dan ajaran Islam. Mereka meyakini bahwa ilmu harus menjadi sarana ibadah dan kontribusi sosial, bukan alat kekuasaan atau dominasi budaya.
Melalui proses Islamisasi, umat Islam berusaha membangun kembali tradisi keilmuan yang pernah berjaya pada masa klasik. Mereka mendorong ilmu agar tidak hanya mengejar kebenaran material, tetapi juga mengangkat dimensi spiritual dan moral yang lebih luas.
Dengan begitu, Islamisasi ilmu di era postmodern bukan sekadar wacana, tetapi juga gerakan aktif untuk mengharmonikan wahyu dan akal dalam menjawab tantangan zaman.