Beberapa Sekolah Eksperimental di London Menerapkan Kelas Teacherless

Beberapa Sekolah Eksperimental di London Menerapkan Kelas Teacherless

PUZZLEINDONESIA.COM – Konsep kelas tanpa guru bukan berarti tidak ada pengawasan atau bimbingan sama sekali. Sebaliknya, kelas ini mengandalkan teknologi dan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang diarahkan oleh siswa sendiri. Siswa bekerja dalam kelompok, menyelesaikan tantangan nyata, dan belajar melalui eksplorasi, kolaborasi, dan diskusi. Peran guru digantikan oleh fasilitator atau sistem digital seperti kecerdasan buatan (AI) dan platform pembelajaran interaktif.

Beberapa sekolah di London, seperti School 21 dan XP School, mulai menguji format ini dalam beberapa mata pelajaran seperti sains, teknologi, dan desain. Di kelas ini, siswa diberikan tujuan belajar dan sumber daya, lalu dibiarkan menjelajahi materi secara mandiri atau bersama kelompok. Fasilitator hanya memantau jalannya proses, bukan memberi instruksi langsung seperti dalam kelas tradisional.

Mengapa Sekolah Mencoba Pendekatan Ini?

Beberapa alasan utama di balik munculnya kelas teacherless antara lain:

  1. Mengembangkan Kemandirian Siswa
    Dunia kerja masa depan menuntut kemampuan berpikir kritis, problem solving, dan kerja tim. Model ini melatih siswa untuk mandiri, membuat keputusan, dan bertanggung jawab atas proses belajarnya.
  2. Menjawab Krisis Kekurangan Guru
    Inggris, termasuk London, mengalami kekurangan guru yang cukup serius dalam beberapa tahun terakhir. Pendekatan ini dianggap bisa menjadi solusi alternatif untuk mengurangi beban pada sistem pendidikan.
  3. Pemanfaatan Teknologi Secara Maksimal
    Dengan kemajuan AI dan platform pembelajaran digital, kini tersedia berbagai cara untuk mengakses informasi dan umpan balik tanpa perlu kehadiran guru setiap saat.
  4. Fokus pada Pembelajaran Aktif
    Siswa tidak lagi hanya duduk pasif menerima materi, melainkan aktif mencari, mendiskusikan, dan menciptakan sesuatu dari proses belajarnya.

Pro dan Kontra

Pendekatan kelas teacherless tentu menimbulkan pro dan kontra.

Keunggulan:

  • Fleksibilitas dalam Pembelajaran: Siswa bisa belajar sesuai ritme dan minat mereka.
  • Penguatan Soft Skills: Kolaborasi, komunikasi, dan kepemimpinan menjadi bagian dari kegiatan harian.
  • Inovasi Kurikulum: Memberi ruang bagi eksperimen dan kreativitas, baik bagi siswa maupun institusi pendidikan.

Kekhawatiran:

  • Ketimpangan Akses Teknologi: Tidak semua siswa memiliki akses atau kemampuan yang setara untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal.
  • Minimnya Bimbingan Emosional dan Sosial: Guru tidak hanya pengajar, tetapi juga pembimbing psikologis. Peran ini sulit digantikan oleh mesin.
  • Potensi Kebingungan dan Kehilangan Arah: Tanpa bimbingan jelas, siswa berisiko merasa tersesat atau tidak memahami tujuan pembelajaran.

Apa Kata Para Ahli?

Dr. Rachel Moore, peneliti pendidikan dari University College London, menyatakan, “Eksperimen ini menarik dan sesuai dengan semangat pendidikan masa depan. Namun harus disertai pengawasan ketat, pelatihan fasilitator yang tepat, dan sistem evaluasi yang jelas.”

Sementara itu, sejumlah orang tua di London menyuarakan kekhawatiran mereka. “Saya khawatir anak saya tidak mendapat dasar akademik yang kuat,” kata Laura, orang tua murid di Hackney. “Belajar mandiri itu penting, tapi bukan berarti menghilangkan peran guru sepenuhnya.”

Masa Depan Pendidikan: Keseimbangan antara Teknologi dan Sentuhan Manusia

Kelas tanpa guru bukan berarti akhir dari peran pendidik, melainkan pergeseran peran mereka dari instructor menjadi mentor atau coach. Di masa depan, pendidikan mungkin lebih bersifat hybrid—menggabungkan kekuatan teknologi dan keunikan pendekatan manusia.

Eksperimen ini memberi gambaran tentang kemungkinan bentuk sekolah di masa depan: lebih dinamis, personal, dan menantang struktur tradisional.